Siapakah Widji Thukul? Sebuah Biografi dan Kronologi Pelarian Part 1



Hanya ada satu kata: Lawan!. adalah bait puisi fenomenal dari Wiji Thukul yang membuat Pemerintahan Orba takluk oleh rasa takut. Bait puisi tersebut menjadi trademark dari pergerakan buruh maupun pejuang demokrasi di tengah keotoriteran pemerintahan orde baru yang dipimpin presiden selama puluhan tahun itu. Seakan menghianati segala khazanah per demokrasian Indonesia, sang pemimpin yang kini telah tumbang itu melakukan segala cara untuk ‘menghukum’ segala tindakan subversif masyarakat meskipun tindakan tersebut atas dasar kebenaran yang mutlak. Sang pemimpin melakukan segala cara untuk merepresi segala tindakan masyarakatnya yang dianggap mengganggu bisnis gelap tampuk kekuasaannya. Seakan tak mau untuk mengalah kepada rakyatnya, Sang Pemimpin tersebut justru melakukan segala cara, bahkan tak gentar untuk ‘memusnahkan’ rakyatnya yang bebal tersebut.

 

Disclaimer dulu, apa yang saya sampaikan ini tidak menyalahkan atau memberi justifikasi tentang siapa yang benar dan siapa yang salah. Apa yang saya sampaikan adalah murni kajian sejarah tentang sisi gelap bangsa kita, bangsa Indonesia. Sekali lagi, ini adalah kajian sejarah, jadi bagi kalian yang merasa tersinggung, sebaiknya hilangkan dulu ego kalian yang membabi buta itu dan mulailah membuka lembar lembar suram sejarah kelam kita untuk tidak mengulanginya lagi di masa depan. saya harap sih tidak ada kejadian lagi seperti yang ini.

 

Tadi telah saya paparkan background singkat tentang apa yang terjadi di masa lalu. sekarang, saat nya kita masuk kepada seorang tokoh hasil dari tindakan represi pemimpin tersebut. Tokoh yang akan kita bahas kali ini adalah Wiji Thukul. Wiji Widodo adalah nama asli dari seorang pujangga puisi tersebut. mari kita tengok masa kecil dari Wiji Widodo ini.

 

>Mulai masuk biografi Wiji Thukul

 


Wiji Widodo lahir dari keluarga yang sangat sederhana di Solo, 26 agustus 1963 tepatnya di Sorogenen, Solo, Indonesia. Profesi dari ayah thukul adalah seorang penarik becak. melalui berbagai sumber, Wiji Widodo merupakan anak pertama dari tiga saudara. Adik Wiji Widodo adalah Wahyu, namun saya tidak menemukan informasi mengenai adik terakhirnya. Singkat cerita, Thukul adalah anak yang tumbuh kembang secara sederhana namun ia dinilai sangat piawai dalam menghafal tulisan. Pada 1977 Wiji Widodo lulus SD dan masuk ke SMP Negeri 8 Solo sedangkan Wahyu masih di SD Kanisius. Wiji dan Wahyu aktif di gereja dan menjadi anggota paduan suara. Wahyu pernah mengisahkan bahwa kakaknya tidak pernah membawa buku doa dan nyanyian Madah Bakti saat menjadi koor gereja. adapun Wiji malah menenteng novel serial silat karangan Asmaraman Sukowati, Kho Ping Hoo. Wahyu mengenang lagi bahwa kakaknya sudah hafal di luar kepala seluruh nyanyian doa di gereja sehingga tidak perlu lagi membawa buku doa nya.

 

Oh ya, tadi saya sempat menyebutkan Wahyu sekolah di SD Kanisius yang terkenal mewah. Namun, sebenarnya Ayah mereka Kemis Harjosuwito dan ibu mereka Sayem bukanlah keluarga yang berada. Kemis bekerja sebagai penarik becak dan Sayem hanya terkadang saja bekerja menjual ayam bumbu. Hingga hal ini membuat Wiji Widodo yang telah SMP mengalah dan mulai nyambi kerja untuk memenuhi kebutuhan sekolah Wahyu. Karena tanggung jawabnya sebagai anak tertua, Wiji Widodo mengumpulkan uang dengan menjadi calo karcis bioskop. Jualan karcis nya tersebut dinilai Wiji cukup untuk membiayai sekolahnya sendiri dan memberi uang jajan kepada adiknya yakni Wahyu.

 

Wiji Widodo pun lulus dari SMP 8, Wiji lantas masuk ke Sekolah Menengah Karawitan Indonesia atau SMKI. tak banyak orang mengetahui kalau Wiji Thukul pernah masuk ke sekolah tari. Wahyu mengisahkan bahwa kakaknya cukup lihai dalam menari bahkan terbilang sangat luwes. Suatu ketika di gereja tengah mengadakan pentas teater bertema kelahiran Kristus. Pementasan tersebut dimotori oleh Bengkel Teater asuhan dari W.S Rendra. Anggota dari Bengkel Teater tersebut berkenalan dengan Wiji Widodo dan membuatnya masuk menjadi anggota Teater Jagad. Di situ lah Wiji Widodo mendapatkan guru teaternya yang bernama Cempe Lawu Warta. Sosok Cempe inilah yang telah menggembleng Wiji Widodo terhadap kesenian dan berpuisi.

 

Saat masuk ke Teater Jagad, Cempe Lawu Warta menasbihkan nama Thukul Kepada Wiji Widodo. Cempe membuang Widodo dalam namanya dan menjadikannya Wiji Thukul yang berarti “Biji yang Tumbuh”. Nama Lawu Warta sendiri adalah nama yang diberikan W.S Rendra dan Cempe adalah nama panggilannya sewaktu kecil. Tradisi mengganti nama ini subur di dalam Bengkel Teater dan Teater Jagad sehingga Wiji Widodo pun tak bisa lepas dari tradisi tersebut. Oke setelah ini kita menyebutnya Wiji Thukul ya.

 

Thukul ketika aktif di Teater Jagat ini memutuskan untuk menghentikan sekolahnya. Hal ini dikarenakan ayah Thukul yang telah berumur dan kurang tenaga untuk narik becak. Setelah tak bersekolah, Thukul bekerja sebagai tukang pelitur mebel dan masih aktif di Teater Jagad. Cempe Lawu yang pernah aktif di Bengkel Teater asuhan Rendra mengajari Thukul berkesenian seperti anak-anak Teater Jagat lainnya. Hanya, Cempe Lawu menemui kesulitan karena Thukul tidak bisa menyanyi. Di bidang musik pun, Thukul tidak peka dengan nada. Di bidang olah vokal lebih sulit lagi, karena Thukul sangat pelo atau tidak bisa melafalkan huruf “r” alias cadel. Namun, Akhirnya Cempe Lawu menemukan bakat Thukul di Puisi. Cempe melihat Thukul berbakat untuk menjadi pujangga. karena itu, ia mengarahkan thukul untuk membuat puisi. Cempe Lawu mendidik Thukul dengan sangat keras. Untuk mengurangi kepeloan Thukul, ia melatih vokal dengan memaksanya mengucap kata sejelas dan sekeras mungkin. perlahan Cempe Lawu mengurangi persoalan psikologis Thukul yang penakut dan minderan menjadi Pemberani dan Percaya Diri. Untuk memupuk rasa percaya diri murid-muridnya termasuk thukul, Cempe Lawu mengajak mereka mengamen keliling Solo. Kegiatan mengamen ini bahkan sampai luar kota, salah satunya di Surabaya. Nah beginilah awal mula Wiji Thukul yang penakut dan minderan menjadi pemberani dan percaya diri seperti yang kita kenal. semua perubahan Thukul ini akibat ditempa oleh Cempe Lawu Warta sang guru teater Jagat.

 

Thukul mulai aktif menulis puisi saat berada di Teater Jagat. Puisi awal Thukul memiliki tema kontemplasi tentang dirinya dan lingkungannya. Menurut Cempe Lawu, puisi Thukul sudah mengandung kritik. Namun, sama sekali tidak politis. itu artinya puisi Thukul belum berbau politik. Ada hal unik ketika Thukul bergabung di Teater Jagat. Nampaknya, dia mulai mengenal mushroom atau jamur tlethong. ini merupakan jamur tahi sapi yang bisa membuat teler. terkadang Thukul mendapat inspirasi membuat puisi. namun, tak jarang mushroom bikin masalah bagi thukul.

 

Thukul pertama kali menerbitkan kumpulan puisinya lewat Pusat Kesenian Jawa Tengah di Solo. Judul dari buku itu “Puisi pelo” yang memiliki ketebalan 20 halaman. Kumpulan Puisi itu dicetak 100 eksemplar dan oleh Thukul beberapa dibagikan secara gratis dan sebagian lagi ia perjualkan. karena waktu itu, Thukul memang membutuhkan uang.

 

Semenjak menerbitkan buku pertamanya, Thukul menjadi dekat dengan Halim H.D. seorang aktivitas kebudayaan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Melalui Halim, Thukul mendapat banyak sekali referensi bahan bacaan yang sangat bagus. bisa dibilang, Halim inilah yang mempengaruhi kepenulisan Thukul menjadi lebih baik. dikarenakan sumber bacaan yang baik pula.

 

Sejak mengamen puisi keliling jawa, nama Thukul mulai berkibar. Dia pun mulai memiliki jaringan dan publik sendiri. Pada periode inilah Thukul mulai berbeda pemikiran dengan Cempe Lawu Warta. Thukul berpendapat bahwa kesenian itu harus ditonton, harus mempunyai publik, dan mesti mampu membentuk kesadaran publik. Thukul menilai sikap gurunya adalah sikap orang lemah dan tidak progresif.

 

>Pernikahan Thukul dan Sipon

 


Dalam Teater Jagat, yang berlatihan di dekat rumahnya calon istri Thukul. itulah Sipon yang kelak akan menjadi istri dari pujangga progresif Wiji Thukul. Sipon melihat THukul sedang berlatih teater bersama Cempe Lawu Warta. Dalam latihan itu, Thukul memerankan seorang raja. berulang kali Cempe Lawu meminta thukul mengulang dialog “akulah raja” namun thukul cadel sehingga membuatnya mengucap “akulah laja” yang mana ini membuat sipon tertawa mengakak. Sipon pun akhirnya menghampiri dan berkenalan dengan thukul. sipon menyukai pemikiran thukul dan suka berdebat dengannya. Hal inilah yang membuat mereka berjodoh dan akhirnya berpacaran. Singkat cerita, Beberapa bulan berpacaran, Thukul memiliki berita buruk. entah dibuat buat atau tidak, thukul mengatakan bahwa ia akan dijodohkan oleh orang tuanya. Thukul pun mengajak Sipon menikah agar tak dijodohkan. dan mereka pun menikah.

Komentar

Postingan Populer