Impian Baru Seorang Penderita Buta Warna



Menjadi penderita buta warna atau dalam istilah medis color-deficiency adalah suatu anugerah. Banyak pengalaman yang saya jumpai mulai dari yang lumayan sampai yang nggaplek i. Sekedar informasi, definisi dari color-deficiency adalah keadaan kekurangmampuan seorang manusia untuk melihat spektrum warna tertentu yang menyebabkan kebutaan (baca: terhadap salah satu atau banyak spektrum warna). 

Sebenarnya penggunaan istilah "buta warna" adalah kesalahan. Karena color deficiency itu banyak modelnya. Ada yang tidak mampu melihat beberapa warna hingga hanya mampu melihat warna monokrom saja. Untuk kasus melihat warna monokrom inilah yang sepatutnya disebut buta warna. 

Saya sendiri tidak paham berapa banyak warna yang tidak/bisa saya lihat, karena saya sendiri belum melakukan tes medis tentang kesehatan mata saya. Kecuali tes kesehatan waktu tes SIM dengan kotak "buta warna" saya tercentrang sempurna. Begitu pula ketika tes kesehatan di sekolah. Seluruh tes kesehatan baik yang resmi atau tidak selalu berujung kepada tercontrengnya kotak pilihan "Buta Warna". 

Rasa terdiskriminasi seakan terasa amat menyakitkan. Banyak tes masuk kerja seperti CPNS,BUMN, Polri dan sebagainya yang menganggap penyakit bawaan adalah kecacatan yang tidak bisa ditolerir. Penderita buta warna yang tidak bisa menjawa tes ishihara akan mendapat nilai NOL putul. Mungkin, dengan kondisi seperti ini, penderita buta warna perlu memutar otak untuk mendapatkan pekerjaan.

Saya sendiri memiliki keinginan untuk menjadi tentara, sebelum impian itu pupus semenjak mengetahui kebenaran kesehatan mata saya. Waktu, saya ingat betul saat smp pertengahan kelas dua saya menjalani tes kesehatan. Tes kesehatan yang digawangi puskesmas daerah itu berhasil menyibak tirai misteri hidup saya. Saya Buta warna!. Seketika dunia menjadi gelap bagi saya.

Lha mbok gimana, impian ndakik-ndakik saya untuk menjadi tentara sedang menggema nyaring sekali di otak saya. Dengan sedikit tangisan, perasaan malu saya itu tidak pernah saya ungkapkan kepada siapapun. Kecuali orang tua saya.

Keadaan mungkin akan menjadi lebih baik, jika orang tua saya sedikit memberi semangat. Nyatanya, mereka hanya menganggap sepele masalah anak nya ini. Walaupun begitu, saya tidak bisa menyalahkan mereka. Semua kembali kepada saya, yang harus lebih kreatif dalam menjalani tampuk kehidupan saya.

Data statistik menyebutkan, di Indonesia perbandingan penderita buta warna pria 1:12 dan perempuan 1:200. Dengan data tersebut, saya dapat menyimpulkan. Dalam satu sekolah berapapun jenjangnya, pasti ada dua cowok dan satu cewek penderita buta warna di sekolah tersebut.

Seakan mendapat angin segar, lantas yang saya lakukan selanjutnya adalah mencari teman senasib se-buta warna. Nyatanya, tidak semudah yang saya kira. Sulit sekali mencari seseorang yang menderita penyakit bawaan yang sama seperti saya. Karena sebal, saya urungkan niat itu.

Seperti yang saya ungkapkan di atas, tidak ada yang mengetahui kondisi mata saya kecuali orang tua saya. Sampai tulisan ini ditulis pun saya belum memiliki keberanian untuk membeberkan rahasia ini kepada teman teman saya. Hasilnya, saya terus saja berpura-pura tidak tersindir oleh guyonan mereka yang menganggap rendah buta warna. Sering kali, frase "buta warna" terlontar dengan sengaja dari mulut mereka ketika guyonan. Detail kecil yang membuat saya sedikit terguncang. Namun, mereka bukan penderita, toh saya juga belum menjelaskan kepada mereka kondisi saya. Jadi wajar, mereka cuma belum mengetahui.

Saya pun banting setir, keinginan menjadi tentara saya kubur dalam dalam. Baru bermimpi pun saya sudah ditolak dunia.

Saya berhasil masuk kuliah di jurusan Sastra Inggris di suatu kampus ternama di Indonesia. Keputusan ini saya pilih, kendati saya tidak pernah sekalipun bersenggama dengan yang namanya buku buku. Dengan keadaan yang kuampret ini, saya pun mengejar impian baru saya. Berkecimpung di dunia tulis menulis. Entah bisa hidup atau sekadar bisa makan saja hasil yang saya dapatkan. Saya tidak peduli. Mulai sekarang impian baru sedang saya rintis. 

Komentar

Postingan Populer